Pengertian Folklore (Aditya Pramudito) part5
Pengertian, Ciri-ciri dan Fungsi Folklor-Mungkin kita bertanya-tanya
bagaimana peradaban masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan
(praaksara) dapat diketahui pada masa kini. Folklor adalah salah satu
cara untuk melacak jejak sejarah pada masa praaksara. pada bahasan kali
ini kita akan mengerti apa itu folklor (pengertian folklor), bagaimana
ciri-ciri folklor dan apa jenis-jenis folklor serta fungsi folklor itu
sendiri.
bab ini berhubungan juga dengan dengan bab tradisi masyarakat praaksara
FOLKLORE
A. Pengertian Folklor
Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.Dapat juga diartikan Folklor adalah adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun.
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
B. Ciri-ciri folklore
Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(a) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
C. Jenis-jenis Folklor
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
a. Folklor Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.
b. Folklor sebagian Lisan
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:
(1) kepercayaan dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.
c. Folklor Bukan Lisan
Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:
(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.
D. Fungsi Folklore
Adapun fungsi folklore, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
bab ini berhubungan juga dengan dengan bab tradisi masyarakat praaksara
FOLKLORE
A. Pengertian Folklor
Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.Dapat juga diartikan Folklor adalah adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun.
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
B. Ciri-ciri folklore
Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(a) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
C. Jenis-jenis Folklor
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
a. Folklor Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.
b. Folklor sebagian Lisan
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:
(1) kepercayaan dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.
c. Folklor Bukan Lisan
Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:
(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.
D. Fungsi Folklore
Adapun fungsi folklore, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
Folklore Bukan Lisan Provinsi Riau (Aditya Pramudito) part 4
Bentuk rumah tradisional daerah Riau pada umumnya adalah rumah panggung
yangberdiri diatas tiang dengan bangunan persegi panjang. Dari beberapa
bentukrumah, semuanya hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding,
susunan ruangannyaidentik, kecuali rumah lontik yang-mendapat pengaruh
Minang.
a.Rumah Lontik /Lancang(Kampar)
Rumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang karena rumah ini bentuk,ciri atapnya melengkung keatas, agak runcing seperti tanduk kerbau. Sedangkandindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang.Hal itu melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan-sesama. Rumah adatlontik diperkirakan dapat pengaruh dari kebudayaan Minangkabau karenakabanyakan terdapat di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Tanggarumah biasanya ganjil.
Balai Salaso Jatuh
Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukanuntuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuaidengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain :Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebutkini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu,sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid.Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebihrendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunanbaik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.Puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanyahiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yangmengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pakaian Adat Provinsi Riau
Pakain Adat Melayu Riau ini adalah pakaian tradisional Riau, walaupun adabeberapa macam-macam namun hanya satu pakaian adat untuk daerah Riau, yaitu Pakaian Adat Melayu Riau.
1. Foto Pakaian Adat, Tradisional Melayu Indragiri Riau
2. Foto Baju Adat Melayu Bengkalis Riau
3. Foto Baju Adat, Tradisional Melayu Siak Riau
Nilai Filosofi, Makna Pakaian Melayu Riau
Suatu karya seni disebut indah apabila pertama dibuat dengan baik dan kedua mempunyai makna. sebagai suatu hasil kebudayaan, Baju Melayu Kepulauan Riau idealnya hendaklah molek dilihat dari jauh dan molek pula dipandang dari dekat, indah menurut pemandangan mata dan hati, dibuat dengan baik dan mempunyai makna-makna yang terkandung dalam lambang-lambang.
Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat mustahak dalam kehidupan orang Melayu. berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.
Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan pakaian sebagai penolak bala.
Pada kaum laki-laki terdapat tiga jenis pakaian adat melayu. Pertama, baju melayu cekak musang yang terdiri dari celana, kain dan songkok. Baju ini biasa digunakan pada acara-acara keluarga seperti kenduri.
Kedua baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah untuk mengadakan acara yang tak resmi. Dan ketiga, baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain sampin dan penutup kepala atau songkok.
Sedang pakaian kaum perempuan ada dua yaitu pertama baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di leher pemakai. Dan kedua, baju kebaya labuh, ynag terdiri atas kain, baju dan selendang.
Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit ke atas.
Bagi perempuan dalam berpakaian dilengkapi dengan siput (sanggul) yang terdiri atas tiga macam yaitu, siput tegang, siput cekak, dan siput lintang. dan tudung atau penutup kepala.
Senjata Tradisional Provinsi Riau
Orang Melayu Riau mengenal berbagai jenis senjata tradisional, yang dikategorikanke dalam senjata pendek (seperti jembia, keris, belati, badik, beladau, dan sabit)serta senjata panjang (tombak, kojou, pedang, seligi, dan sundang). Senjata-senjatatersebut tidak mutlak diperlukan.Dari sekian banyak jenis senjata tradisional yang ada, yang banyak dimilikimasyarakat adalah jenis pedang, tombak, keris, dan badik. Pedang ‘jenawi’merupakan sejenis senjata pedang yang dipergunakan oleh para panglima perangtempo dulu. Jenis senjata badik (sekin) yang umum digunakan adalah ‘tumbuk lada’, yang bentuknya seperti keris tetapi ukurannya lebih pendek. Senjata ini digunakanuntuk berperang dan keperluan sehari-hari. Pada mata badik yang untuk berperangsering diolesi dengan racun. Penggunaan badik untuk melawan musuh tersirat dalamungkapan:“
Bila badik telah ditarik dari sarungnya, maka harus ditikamkan pada suatu benda atau binatang. Barulah kemudian badik dimasukkan pada sarungnya
”. Ungkapan inimenggambarkan, orang Melayu Riau pantang menyerah dalam menghadapi segalatantangan.Contoh beberapa gambar senjata tradisional provinsi Riau :
1 keris
2 sabit
3 beladau
Makanan Khas Provinsi Riau
Masakan, makanan Khas Riau memang tidak jauh beda dengan makan khas,kuliner, di-beberapa daerah Indonesia seperti Sumatra Barat, Kalimantan, sertasaudara mudanya Kepulauan Riau.Walaupun begitu Kuliner, Masakan Khas Riau tetap memiliki ciri khas dibandingkanmasakan daerah lain. Seperti salah satu masakan khas Riau berupa Sambal terungAsam. Kuliner ini juga terdapat di Kalimantan. Lalu gulai asam pedas ikan patinmungkin juga dapat ditemukan daerah Sumatra lainnya.Berikut daftar menu kuliner, masakan Riau beserta resepnya yang-bisa ditemukandi-berbagai tempat Bumi Lancang Kuning :
-Gulai Asam Pedas Ikan Patin, Masakan Khas Riau daratan
-Gulai Belacan, Masakan Khas Riau pantai timur Sumatra
-Gulai Sayur Lemak Kuah Santan, Kuliner Khas Riau
-Sambal Terung Asam, Masakan Khas Melayu Riau
-Bacah Daging, Kuliner - Makanan Khas Riau
-Gulai Belacan Udang - Makanan Khas Riau
a.Rumah Lontik /Lancang(Kampar)
Rumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang karena rumah ini bentuk,ciri atapnya melengkung keatas, agak runcing seperti tanduk kerbau. Sedangkandindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang.Hal itu melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan-sesama. Rumah adatlontik diperkirakan dapat pengaruh dari kebudayaan Minangkabau karenakabanyakan terdapat di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Tanggarumah biasanya ganjil.
Balai Salaso Jatuh
Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukanuntuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuaidengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain :Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebutkini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu,sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid.Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebihrendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunanbaik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.Puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanyahiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yangmengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pakaian Adat Provinsi Riau
Pakain Adat Melayu Riau ini adalah pakaian tradisional Riau, walaupun adabeberapa macam-macam namun hanya satu pakaian adat untuk daerah Riau, yaitu Pakaian Adat Melayu Riau.
1. Foto Pakaian Adat, Tradisional Melayu Indragiri Riau
2. Foto Baju Adat Melayu Bengkalis Riau
3. Foto Baju Adat, Tradisional Melayu Siak Riau
Nilai Filosofi, Makna Pakaian Melayu Riau
Suatu karya seni disebut indah apabila pertama dibuat dengan baik dan kedua mempunyai makna. sebagai suatu hasil kebudayaan, Baju Melayu Kepulauan Riau idealnya hendaklah molek dilihat dari jauh dan molek pula dipandang dari dekat, indah menurut pemandangan mata dan hati, dibuat dengan baik dan mempunyai makna-makna yang terkandung dalam lambang-lambang.
Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat mustahak dalam kehidupan orang Melayu. berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.
Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan pakaian sebagai penolak bala.
Pada kaum laki-laki terdapat tiga jenis pakaian adat melayu. Pertama, baju melayu cekak musang yang terdiri dari celana, kain dan songkok. Baju ini biasa digunakan pada acara-acara keluarga seperti kenduri.
Kedua baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah untuk mengadakan acara yang tak resmi. Dan ketiga, baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain sampin dan penutup kepala atau songkok.
Sedang pakaian kaum perempuan ada dua yaitu pertama baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di leher pemakai. Dan kedua, baju kebaya labuh, ynag terdiri atas kain, baju dan selendang.
Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit ke atas.
Bagi perempuan dalam berpakaian dilengkapi dengan siput (sanggul) yang terdiri atas tiga macam yaitu, siput tegang, siput cekak, dan siput lintang. dan tudung atau penutup kepala.
Senjata Tradisional Provinsi Riau
Orang Melayu Riau mengenal berbagai jenis senjata tradisional, yang dikategorikanke dalam senjata pendek (seperti jembia, keris, belati, badik, beladau, dan sabit)serta senjata panjang (tombak, kojou, pedang, seligi, dan sundang). Senjata-senjatatersebut tidak mutlak diperlukan.Dari sekian banyak jenis senjata tradisional yang ada, yang banyak dimilikimasyarakat adalah jenis pedang, tombak, keris, dan badik. Pedang ‘jenawi’merupakan sejenis senjata pedang yang dipergunakan oleh para panglima perangtempo dulu. Jenis senjata badik (sekin) yang umum digunakan adalah ‘tumbuk lada’, yang bentuknya seperti keris tetapi ukurannya lebih pendek. Senjata ini digunakanuntuk berperang dan keperluan sehari-hari. Pada mata badik yang untuk berperangsering diolesi dengan racun. Penggunaan badik untuk melawan musuh tersirat dalamungkapan:“
Bila badik telah ditarik dari sarungnya, maka harus ditikamkan pada suatu benda atau binatang. Barulah kemudian badik dimasukkan pada sarungnya
”. Ungkapan inimenggambarkan, orang Melayu Riau pantang menyerah dalam menghadapi segalatantangan.Contoh beberapa gambar senjata tradisional provinsi Riau :
1 keris
2 sabit
3 beladau
Makanan Khas Provinsi Riau
Masakan, makanan Khas Riau memang tidak jauh beda dengan makan khas,kuliner, di-beberapa daerah Indonesia seperti Sumatra Barat, Kalimantan, sertasaudara mudanya Kepulauan Riau.Walaupun begitu Kuliner, Masakan Khas Riau tetap memiliki ciri khas dibandingkanmasakan daerah lain. Seperti salah satu masakan khas Riau berupa Sambal terungAsam. Kuliner ini juga terdapat di Kalimantan. Lalu gulai asam pedas ikan patinmungkin juga dapat ditemukan daerah Sumatra lainnya.Berikut daftar menu kuliner, masakan Riau beserta resepnya yang-bisa ditemukandi-berbagai tempat Bumi Lancang Kuning :
-Gulai Asam Pedas Ikan Patin, Masakan Khas Riau daratan
-Gulai Belacan, Masakan Khas Riau pantai timur Sumatra
-Gulai Sayur Lemak Kuah Santan, Kuliner Khas Riau
-Sambal Terung Asam, Masakan Khas Melayu Riau
-Bacah Daging, Kuliner - Makanan Khas Riau
-Gulai Belacan Udang - Makanan Khas Riau
Folklore Sebagian Lisan Daerah Provinsi Riau (Aditya Pramudito) part 3
Upacara Perkawinan Riau
Perkawinan di Riau ditandai dengan berbagai acara, seperti :Merisik, Meminang, Menggantung, Malam Berinai, Akad Nikah, TepungTawar, BerinaiLebai, Berandam, Berkhatam Quran, Makan Bersuap-suapan,Makan Hadap-hadapan, Menyembah Mertua, Mandi Damai, Mandi Tamandan Mengantuk atau Mengasah Gigi.
Beberapa pengertian upacara pernikahan
MERISIK
Salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak calon pengantin pria untuk meneliti atau mencari informasi mengenai salah satu keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis. Tugas yang diamatkan adalah untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar, atau belum mempunyai ikatan dengan orag lain. Selain itu, utusan akan melakukan pembicaraan tentang kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya menanyakan berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga wanita.
MEMINANG
Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini diselenggarakan pada hari yang telah disepakati bersama, setelah melalui penentuan hari baik menurut perhitungan adat serta orangtua. Pihak keluarga calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat akan melaksanakan lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya acara meminang ini diungkapkan dengan berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga pria membawa sejumlah tepak sirih-paling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak pembuka kata, tepak merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar tanda dan beberapa tepak pengiring.
BERINAI
Biasanya berlangsung pada suatu hari atau satu malam sebelum acara akad nikah. Melalui serangkaian adat, calon pengantin wanita didudukan di atas pelaminan. Rangkaian acara ber-inai diawali dengan acara tersendiri yakni khatam Al-Qur’an yang dilaksanakan oleh keluarga-keluarga terdekat. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan melaksanakan upacara di-Tepung Tawari. Ritual Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu peninggalan para raja terdahulu. Pemberian ‘tepung tawar’ kepada calon mempelai biasanya diiringi dengan doa dan harapan dipimpin oleh yang dituakan; dilakukan oleh orangtua, sesepuh dan tokoh-tokoh adat yang dihormati. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan diberi daun inai yang telah ditumbuk halus pada kuku-kuku jari tangan dan kakinya. Malam ber-inai lazim dimeriahkan dengan iringan bunyi-bunyian seperti gendang dan nyanyian lagu-lagu Melayu lama, ataupun diadakan tari gambus.
MENIKAH
Pada hari yang telah ditentukan, calon mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga menuju ke tempat kediaman calon pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria berpakaian haji (memakai topi haji dan jubah). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil membawa mahar atau mas kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu, juga menyertakan barang-barang pengiring lainnya seperti kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad nikah.
BERSANDING
Upacara ini dilaksanakan setelah resmi akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara resmi bagi kedua pengantin akan duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih dahulu pengantin wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin pria. Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun.
Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang Pintu, Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta rombongan pengiring dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari :
- Barisan Pulut Kuning beserta hulubalang pemegang tombak kuning.
- Wanita (Ibu) pembawa Tepak Sirih.
- Wanita (Ibu) pembawa beras kuning (Penabur).
- Pengantin pria berpakaian lengkap
- Dua orang pendamping mempelai pria, mengenakan pakaian adat Teluk Belanga.
- Pemegang payung kuning.
- Orang tua mempelai pria.
- Saudara-saudara kandung pengantin pria.
- Kerabat atau sanak famili
Kedatangan rombongan disambut pencak silat dan Tarian Penyambutan. Di pintu gerbang kediaman mempelai wanita, dilaksanakan ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak keluarga mempelai, sambil berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnyua, dilakukan acara ‘Hempang Pintu’ (berbalas pantun) oleh kedua juru bicara pengantin. Saai iyu, pihak keluarga mempelai perempuab telah menghempang kain sebagai ‘penghalang’ di depan pintu tempat upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih dulu menyerahkan Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual ini disebut sebagai ‘Hempang Pintu’. sesampainya di depan pelaminan, pihak mempelai pria kembali dihadang oleh pihak mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta ijin bersanding dipelaminan bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong pindit) berisi uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara Tepung Tawar.
TEPUK TEPUNG TAWAR
Ritual adat ini merupakan ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan kepada kedua mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh adat. Dengan cara menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin, ganda rusa, sirih, hati-hati, sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit sangrai, lalu ditepukan kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya menggunakan bahan seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning serta bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia. Sesuai tradisi, sesepuh seusai nmelakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan berupa ‘bunga telur’ yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada sebatang lidi yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan terimakasih dari pihak pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan terimakasih atau souvenir tersebut kini diubah bentuk maupun jenisnya, disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi kelurga mempelai.
BERDIMBAR
Seusai acara bersanding, keesokan harinya diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan halaman rumah yang dipercantik dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual ‘memandikan’ kedua mempelai ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling menyemburkan air. Undangan yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami pengantin kemudian para undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini sudah mulai jarang dilakukan.
Upacara Betobo,
adalah kegiatan bergotong royong dalam mengerjakansawah, ladang, dan sebagainya.
Upacara Menyemah Laut
adalah upacara untuk melestarikan laut dan isinya, agar mendatangkan manfaat bagi manusia.d. Upacara Menumbai, adalah upacara untuk mengambil madu lebah di pohon Sialang.
Upacara Belian
adalah pengobatan tradisional.f.
Upacara Bedewo
adalah pengobatan tradisional yang sekaligus dapatdipergunakan untuk mencari benda-benda yang hilang.
Tarian Adat Riaua. Tari Melemang
Menurut sejarahnya, tari Melemang merupakan tarian tradisional yang berasaldari Tanjungpisau Negeri Bentan Penaga, kecamatan Bintan. Tari Melemangdimainkan kali pertama sekitar abad ke-12. Ketika itu, tari Melemang hanyadimainkan di istana Kerajaan Melayu Bentan yang pusatnya berada di Bukit Batu,Bintan. Tarian ini hanya dipersembahkan bagi Raja ketika sang Raja sedangberistirahat. Karena merupakan tarian istana, tari Melemang ditarikan oleh paradayang kerajaan Bentan. Namun sejak Kerajaan Bentan mengalami keruntuhan, tariMelemang berubah menjadi pertunjukan hiburan rakyat.Dalam sebuah pertunjukan, tari Melemang dimainkan oleh 14 orang, diantaranyaseorang pemain berperan sebagai Raja, seorang berperan sebagai permaisuri,seorang berperan sebagai puteri, empat orang sebagai pemusik, seorang sebagaipenyanyi, serta enam orang sebagai penari. Para pemain Melemang mengenakankostum dan tata rias bergaya Melayu namun sesuai dengan perannya. Biasanya,pemain wanita pada pertunjukan tari Melemang mengenakan baju kurung panjangsebagai atasan dan kain atau sarung panjang sebagai bawahan. Sementara pemainlelaki mengenakan baju kurung panjang sebagai atasan dan celana panjang sebagaibawahan. Sebagai pelengkap kostum, pemain lelaki juga mengenakan topi ataukopiah berwarna hitam.
Nyanyian berbahasa Melayu yang mengisahkan kehidupan seorang raja di sebuahkerajaan menjadi ciri khas dari pertunjukan tari Melemang. Nyanyian itu menjadipengiring dari seluruh rangkaian gerak yang ditarikan para penari Melemang.Dengan diiringi alunan musik akordion, gong, biola, serta tambur, perpaduan tari dannyanyian ini berlangsung sekitar 1 jam. Yang menjadi daya tarik khusus daripertunjukan tari Melemang yakni gerakannya. Dengan posisi berdiri sambilmembongkokkan badan ke belakang, penari berusaha mengambil sapu tangan yangdiletakkan di permukaan lantai. Melalui kepiawaian dan keterampilan yang tidaksemua orang dapat melakukannya, dengan sempurna penari Melemang mampumengambil sapu tangan itu.
Gambar Tari Melemang
Perkawinan di Riau ditandai dengan berbagai acara, seperti :Merisik, Meminang, Menggantung, Malam Berinai, Akad Nikah, TepungTawar, BerinaiLebai, Berandam, Berkhatam Quran, Makan Bersuap-suapan,Makan Hadap-hadapan, Menyembah Mertua, Mandi Damai, Mandi Tamandan Mengantuk atau Mengasah Gigi.
Beberapa pengertian upacara pernikahan
MERISIK
Salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak calon pengantin pria untuk meneliti atau mencari informasi mengenai salah satu keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis. Tugas yang diamatkan adalah untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar, atau belum mempunyai ikatan dengan orag lain. Selain itu, utusan akan melakukan pembicaraan tentang kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya menanyakan berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga wanita.
MEMINANG
Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini diselenggarakan pada hari yang telah disepakati bersama, setelah melalui penentuan hari baik menurut perhitungan adat serta orangtua. Pihak keluarga calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat akan melaksanakan lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya acara meminang ini diungkapkan dengan berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga pria membawa sejumlah tepak sirih-paling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak pembuka kata, tepak merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar tanda dan beberapa tepak pengiring.
BERINAI
Biasanya berlangsung pada suatu hari atau satu malam sebelum acara akad nikah. Melalui serangkaian adat, calon pengantin wanita didudukan di atas pelaminan. Rangkaian acara ber-inai diawali dengan acara tersendiri yakni khatam Al-Qur’an yang dilaksanakan oleh keluarga-keluarga terdekat. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan melaksanakan upacara di-Tepung Tawari. Ritual Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu peninggalan para raja terdahulu. Pemberian ‘tepung tawar’ kepada calon mempelai biasanya diiringi dengan doa dan harapan dipimpin oleh yang dituakan; dilakukan oleh orangtua, sesepuh dan tokoh-tokoh adat yang dihormati. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan diberi daun inai yang telah ditumbuk halus pada kuku-kuku jari tangan dan kakinya. Malam ber-inai lazim dimeriahkan dengan iringan bunyi-bunyian seperti gendang dan nyanyian lagu-lagu Melayu lama, ataupun diadakan tari gambus.
MENIKAH
Pada hari yang telah ditentukan, calon mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga menuju ke tempat kediaman calon pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria berpakaian haji (memakai topi haji dan jubah). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil membawa mahar atau mas kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu, juga menyertakan barang-barang pengiring lainnya seperti kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad nikah.
BERSANDING
Upacara ini dilaksanakan setelah resmi akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara resmi bagi kedua pengantin akan duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih dahulu pengantin wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin pria. Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun.
Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang Pintu, Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta rombongan pengiring dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari :
- Barisan Pulut Kuning beserta hulubalang pemegang tombak kuning.
- Wanita (Ibu) pembawa Tepak Sirih.
- Wanita (Ibu) pembawa beras kuning (Penabur).
- Pengantin pria berpakaian lengkap
- Dua orang pendamping mempelai pria, mengenakan pakaian adat Teluk Belanga.
- Pemegang payung kuning.
- Orang tua mempelai pria.
- Saudara-saudara kandung pengantin pria.
- Kerabat atau sanak famili
Kedatangan rombongan disambut pencak silat dan Tarian Penyambutan. Di pintu gerbang kediaman mempelai wanita, dilaksanakan ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak keluarga mempelai, sambil berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnyua, dilakukan acara ‘Hempang Pintu’ (berbalas pantun) oleh kedua juru bicara pengantin. Saai iyu, pihak keluarga mempelai perempuab telah menghempang kain sebagai ‘penghalang’ di depan pintu tempat upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih dulu menyerahkan Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual ini disebut sebagai ‘Hempang Pintu’. sesampainya di depan pelaminan, pihak mempelai pria kembali dihadang oleh pihak mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta ijin bersanding dipelaminan bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong pindit) berisi uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara Tepung Tawar.
TEPUK TEPUNG TAWAR
Ritual adat ini merupakan ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan kepada kedua mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh adat. Dengan cara menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin, ganda rusa, sirih, hati-hati, sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit sangrai, lalu ditepukan kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya menggunakan bahan seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning serta bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia. Sesuai tradisi, sesepuh seusai nmelakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan berupa ‘bunga telur’ yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada sebatang lidi yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan terimakasih dari pihak pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan terimakasih atau souvenir tersebut kini diubah bentuk maupun jenisnya, disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi kelurga mempelai.
BERDIMBAR
Seusai acara bersanding, keesokan harinya diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan halaman rumah yang dipercantik dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual ‘memandikan’ kedua mempelai ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling menyemburkan air. Undangan yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami pengantin kemudian para undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini sudah mulai jarang dilakukan.
Upacara Betobo,
adalah kegiatan bergotong royong dalam mengerjakansawah, ladang, dan sebagainya.
Upacara Menyemah Laut
adalah upacara untuk melestarikan laut dan isinya, agar mendatangkan manfaat bagi manusia.d. Upacara Menumbai, adalah upacara untuk mengambil madu lebah di pohon Sialang.
Upacara Belian
adalah pengobatan tradisional.f.
Upacara Bedewo
adalah pengobatan tradisional yang sekaligus dapatdipergunakan untuk mencari benda-benda yang hilang.
Tarian Adat Riaua. Tari Melemang
Menurut sejarahnya, tari Melemang merupakan tarian tradisional yang berasaldari Tanjungpisau Negeri Bentan Penaga, kecamatan Bintan. Tari Melemangdimainkan kali pertama sekitar abad ke-12. Ketika itu, tari Melemang hanyadimainkan di istana Kerajaan Melayu Bentan yang pusatnya berada di Bukit Batu,Bintan. Tarian ini hanya dipersembahkan bagi Raja ketika sang Raja sedangberistirahat. Karena merupakan tarian istana, tari Melemang ditarikan oleh paradayang kerajaan Bentan. Namun sejak Kerajaan Bentan mengalami keruntuhan, tariMelemang berubah menjadi pertunjukan hiburan rakyat.Dalam sebuah pertunjukan, tari Melemang dimainkan oleh 14 orang, diantaranyaseorang pemain berperan sebagai Raja, seorang berperan sebagai permaisuri,seorang berperan sebagai puteri, empat orang sebagai pemusik, seorang sebagaipenyanyi, serta enam orang sebagai penari. Para pemain Melemang mengenakankostum dan tata rias bergaya Melayu namun sesuai dengan perannya. Biasanya,pemain wanita pada pertunjukan tari Melemang mengenakan baju kurung panjangsebagai atasan dan kain atau sarung panjang sebagai bawahan. Sementara pemainlelaki mengenakan baju kurung panjang sebagai atasan dan celana panjang sebagaibawahan. Sebagai pelengkap kostum, pemain lelaki juga mengenakan topi ataukopiah berwarna hitam.
Nyanyian berbahasa Melayu yang mengisahkan kehidupan seorang raja di sebuahkerajaan menjadi ciri khas dari pertunjukan tari Melemang. Nyanyian itu menjadipengiring dari seluruh rangkaian gerak yang ditarikan para penari Melemang.Dengan diiringi alunan musik akordion, gong, biola, serta tambur, perpaduan tari dannyanyian ini berlangsung sekitar 1 jam. Yang menjadi daya tarik khusus daripertunjukan tari Melemang yakni gerakannya. Dengan posisi berdiri sambilmembongkokkan badan ke belakang, penari berusaha mengambil sapu tangan yangdiletakkan di permukaan lantai. Melalui kepiawaian dan keterampilan yang tidaksemua orang dapat melakukannya, dengan sempurna penari Melemang mampumengambil sapu tangan itu.
Gambar Tari Melemang
Folklore Lisan Daerah Provinsi Riau (Aditya Pramudito) part 2
Bahasa Provinsi Riau
Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh penduduk adalah bahasa Melayu, yang pada hakikatnya merupakan akar bahasa Indonesia. Sehingga siapasaja yang bisa berbahasa Indonesia dapat berkomunikasi dengan orang Riau. Di beberapa lokasi ada juga penduduk yang menggunakan bahasa daerah asalnya, seperti bahasa Minang di pasar-pasar yang banyak dihuni pedagang asal Minang, atau bahasa Jawa di desa-desa yang banyak penduduknya berasal dari Jawa
.
- Lagu Daerah Provinsi Riau
Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh penduduk adalah bahasa Melayu, yang pada hakikatnya merupakan akar bahasa Indonesia. Sehingga siapasaja yang bisa berbahasa Indonesia dapat berkomunikasi dengan orang Riau. Di beberapa lokasi ada juga penduduk yang menggunakan bahasa daerah asalnya, seperti bahasa Minang di pasar-pasar yang banyak dihuni pedagang asal Minang, atau bahasa Jawa di desa-desa yang banyak penduduknya berasal dari Jawa
.
- Lagu Daerah Provinsi Riau
Lancang Kuning
Lancang kuning
Lancang kuning berlayar malam
Hey..! berlayar malam
Lancang kuning
Lancang kuning berlayar malam
Hey..! berlayar malam
Haluan menuju, haluan menuju kelaut dalam
Haluan menuju, haluan menuju kelaut dalam
Lancang kuning berlayar malam
Lancang kuning berlayar malam
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah faham
Hey..! kuranglah faham
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah faham
Hey..! kuranglah faham
***
Alamatlah kapal, alamatlah kapal akan tenggelam
Alamatlah kapal, alamatlah kapal akan tenggelam
Lancang kuning berlayar malam
Lancang kuning berlayar malam
Lancang kuning
Lancang kuning menerkam badai
Hey..! menerkam badai
Lancang kuning
Lancang kuning menerkam badai
Hey..! menerkam badai
Tali kemudi, tali kemudi berpilih tiga
Tali kemudi, tali kemudi berpilih tiga
lancang kuning berlayar malam
lancang kuning berlayar malam
lancang kuning berlayar malam
lancang kuning berlayar malam
Tanjung Katung
Tanjung katung airnya biru
Tempat dara mencuci mukaLagi sekampung hati ku rindu
Kononlah jauh di mata...Asal kapas menjadi benang
Benang ditenun menjadi kain
Orang yang lepas jangan di kenang
Sudah menjadi si orang lain
Dua tiga kuda berlari
Manalah sama si kuda belang
Dua tiga dapat ku cari
Manalah sama adik seorang
Pisang Emas bawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Hutang emas boleh di bayarHutanglah budi dibawa mat
Hangtuah
Tersebut sudah ... dalam hikayat ..
Laksmana Hangtuah .. Setia amanah
Menjunjung harkat ... Juga Martabat ...Jangan Melayu ... Buan Surian ...Dang Merdu bunda berjasa ,Melahirkan putra perkasa
Hangtuah laksmana satria
Teladan negri dan bangsa
Dari Bintan kepulauan Riau
Dan baktimu kesegenap rantau
Walau kini kau telah tiada
Fatwa mu tiada tiada kan pernah
**
Tlah sakti hamba negeri
Esa hilang dua terbilang
Patang tumbuh hilang kan berganti
Takkan melayu hilang dibumi
Engkau susun jari sepuluh
Menghatur sembah
Duduk bersimpuh
Hangsudi rilsalah melayu
Hangtuah hooooo Hangtuah
Cerita Rakyat Daerah Provinsi Riau
Manusia Greedy
Sekali waktu di Riau, tinggal sepasang suami istri. Mereka sangat miskin. Sang istri sangat rajin, sementara sang suami sangat malas. Dia hanya tidur dan tidur sehari-hari. Dia tidak ingin membantu istrinya untuk mencari nafkah. Sang istri tidak berdaya, dia sering berdoa kepada Tuhan untuk membantu suaminya.
Suatu malam suami bermimpi. Dalam mimpinya, seorang tua datang padanya. Dia mengatakan kepada suami untuk mengambil sampan dan pergi ke sungai. "Pergilah ke tengah sungai dan tunggu sampai tali muncul dari sungai Ambil tali perlahan,. Dan kemudian Anda akan menemukan rantai emas. Anda dapat memotong dan ambillah, tapi tidak mengambil rantai terlalu lama," kata orang tua. Sang suami kemudian terbangun dari mimpinya.
Pada hari berikutnya, sang suami mengambil sampan dan pergi ke sungai. Dia ingin melakukan saran orang tua itu seperti dikatakan dalam mimpinya tadi malam. "Mau ke mana?" tanya istri. Dia begitu terkejut melihat suaminya sibuk menyiapkan sampan tersebut. "Saya ingin pergi memancing, Madu jumpa!." suami tidak mau memberitahu istrinya tentang mimpinya. Dia tahu istrinya akan berpikir dia gila dengan mengikuti mimpi.
Setelah suami tiba di sungai, ia mendayung sampan sampai ia sampai di tengah sungai. Dia kemudian melihat sekeliling permukaan air yang sangat hati-hati. Tiba-tiba tali muncul dari sungai. "Orang tua itu benar!" kata sang suami kepada dirinya sendiri. Dia kemudian perlahan-lahan menarik tali dan pada ujung tali dia melihat rantai emas! Rantai itu berkilauan dan bersinar. Itu dibuat dari emas murni. "Wow Ini benar-benar terbuat dari emas aku kaya.. Aku kaya," kata suami bahagia. Dia terus menarik rantai. Dia lupa saran orang tua itu untuk mengambil hanya rantai pendek karena sudah cukup baginya. Orang miskin menjadi serakah. Dia ingin mengambil rantai emas selama mungkin.
Sementara ia sibuk menarik keluar rantai emas, seekor burung datang kepadanya. Ini berbicara, "Ingat saran orang tua itu Hanya mengambil sebuah rantai emas pendek.." Tetapi orang miskin diabaikan burung itu dan terus menarik keluar rantai. Lambat tapi pasti, sampannya penuh dengan rantai emas. Itu sangat penuh yang akhirnya sampan tidak sanggup menahan berat lagi. Sampan mulai tenggelam. Rantai emas itu tenggelam dan pergi ke dasar sungai menciptakan gelombang besar di sungai. Gelombang itu hampir menelan orang miskin. Dia begitu panik. Dia berenang secepat mungkin ke sisi sungai.
Ketika ia tiba di sisi sungai, ia merasa kasihan pada dirinya sendiri. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena orang yang tamak. Tapi itu sudah terlambat. Tapi kemudian ia menyadari bahwa itu adalah pelajaran baginya untuk bekerja keras jika dia ingin mendapatkan uang.
Dang gedunai
Dulu di Riau, tinggal seorang anak bernama Dang Gedunai. Dia tinggal dengan ibunya. Dang Gedunai adalah anak yang keras kepala. Ibunya sedih. Dang Gedunai adalah anak satu-satunya tapi dia tidak pernah membuatnya bahagia. Suatu hari, Dang Gedunai pergi ke sungai untuk menangkap ikan. "Ibu, aku ingin pergi ke sungai. Saya ingin pergi memancing, "kata Dang Gedunai kepada ibunya. "Di luar mendung. Hujan akan segera turun. Mengapa Anda tidak hanya tinggal di rumah? "Kata ibunya. Seperti biasa Dang Gedunai mengabaikannya. Dia kemudian pergi ke sungai.
Itu sangat mendung ketika ia tiba di sungai. Segera itu gerimis, tapi Dang Gedunai masih memancing sibuk. Kemudian hujan jatuh berat. Dang Gedunai akhirnya menyerah. Namun tepat sebelum dia pergi, dia melihat sesuatu bersinar di sungai. Itu adalah telur yang sangat besar. Dang Gedunai kemudian membawa pulang telur.
Ibunya terkejut melihat dia membawa telur besar. "Apa telur itu? Di mana Anda menemukannya? "Tanya dia. "Aku menemukannya di sungai, Ibu," jawab Dang Gedunai. "Hati-hati dengan telur. Ini bukan milikmu. Anda harus mengembalikannya, "saran ibunya. Seperti biasa, Dang Gedunai mengabaikan nasihat ibunya. Ia berencana untuk makan telur meskipun ibunya berkata tidak.
Di pagi hari, ibunya sudah siap untuk pergi ke sawah. Sekali lagi, dia disarankan Dang Gedunai untuk menempatkan telur kembali ke sungai. Dang Gedunai tidak mengatakan apa-apa. Ketika ibunya meninggalkan rumah, ia langsung direbus telur. Lalu ia memakannya. Rasanya sungguh nikmat. Dia begitu penuh dan tiba-tiba ia tertidur. Dia memiliki mimpi. Seekor naga raksasa datang kepadanya dalam mimpinya. "Manusia, Anda mencuri telur saya! Untuk hukuman, Anda akan menjadi seekor naga. "
Dang Gedunai terbangun ketakutan. Dia berkeringat. Dia merasa sangat haus. Kemudian ibunya pulang. Dia melihat anaknya panik. "Apa yang terjadi?" Tanyanya. "Saya tidak tahu, Ibu. Tiba-tiba saya merasa sangat haus. Tenggorokanku seperti terbakar, "kata Dang Gedunai. Ibunya kemudian memberinya segelas air. Ini tidak cukup. Dia minum segelas, lalu gelas lain sampai tidak ada air yang tersisa di rumah. Ibunya menyuruhnya pergi kolam. Dang Gedunai minum semua air sampai kolam dikeringkan. Tapi itu tidak cukup. Kemudian mereka pergi ke sungai.
Sekali lagi itu tidak cukup. Dang Gedunai tahu mimpinya akan menjadi kenyataan. Ia akan menjadi seekor naga. "Ibu, maafkan saya. Aku mengabaikan Anda. Aku makan telur. Itu adalah telur naga. Saya akan berubah menjadi naga. Aku tidak bisa hidup dengan Anda lagi. Saya akan hidup di laut. Jika Anda melihat gelombang besar di laut, itu berarti aku makan. Tetapi jika gelombang yang tenang, maka itu berarti saya sedang tidur, "kata Dang Gedunai.
Lalu Dang Gedunai meninggalkan ibunya. Dia menuju laut. Ibunya tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikannya. Dia hanya menangis. Sampai saat ini nelayan tidak ingin pergi memancing di laut ketika gelombang besar. Mereka tahu bahwa naga itu adalah makan. Mereka hanya menunggu sampai naga itu selesai makan dan ombak yang tenang.
Si Lancang Kuning
Pemberian nama pada suatu “daerah” atau “tempat” tertentu biasanyadikaitkan dengan peristiwa atau cerita menarik yang pernah terjadi di daerahtersebut. Di Propinsi Riau, Indonesia, ada beberapa daerah yang memiliki namaberkaitan dengan perstiwa atau cerita yang pernah terjadi di daerah tersebut,misalnya cerita Legenda Batang Tuaka yang kemudian menjadi nama daerah yaituKecamatan Batang Tuaka yang masuk wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Namun,dalam suatu peristiwa atau cerita terkadang tidak hanya melahirkan satu namadaerah, akan tetapi bisa lebih dari itu.Konon, di daerah Kabupaten Kampar, Riau, pernah terjadi sebuah peristiwaatau cerita menarik yang melahirkan beberapa nama daerah atau tempat yang masihdikenal sampai sekarang. Daerah dan tempat yang dimaksud yaitu Lipat Kain, ibu kotaKecamatan Kampar Kiri Hulu; Sungai Ogong berada di Kecamatan Kampar Kanan; danDanau Si Lancang. Nama daerah atau tempat tersebut diambil dari salah satu ceritarakyat yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat Kampar yangdikenal dengan Si Lancang.Konon, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita miskin dengan anaklaki-lakinya yang bernama si Lancang. Mereka berdua tinggal di sebuah gubuk reot disebuah negeri bernama Kampar. Ayah si Lancang sudah lama meninggal dunia. EmakLancang bekerja menggarap ladang orang lain, sedangkan si Lancang menggembalakanternak tetangganya.Pada suatu hari, si Lancang betul-betul mengalami puncak kejenuhan. Ia sudahbosan hidup miskin. Ia ingin bekerja dan mengumpulkan uang agar kelak menjadi orangkaya. Akhirnya ia pun meminta izin emaknya untuk pergi merantau ke negeri orang.“Emak, Lancang sudah tidak tahan lagi hidup miskin. Lancang ingin pergi merantau,Mak!” mohon si Lancang kepada emaknya. Walaupun berat hati, akhirnya emaknyamengizinkan si Lancang pergi. “Baiklah, Lancang. Kau boleh merantau, tetapi janganlupakan emakmu. Jika nanti kau sudah menjadi kaya, segeralah pulang,” jawab EmakLancang mengizinkan.
Mendengar jawaban dari emaknya, si Lancang meloncat-loncat kegirangan. Iasudah membayangkan dirinya akan menjadi orang kaya raya di kampungnya. Ia tidakakan lagi bekerja sebagai pengembala ternak yang membosankan itu. Emak Lancanghanya terpaku melihat si Lancang meloncat-loncat. Ia ia tampaknya sedih sekali akanditinggal oleh anak satu-satunya. Melihat ibunya sedih, si Lancang pun berhentimeloncat-lonta, lalu mendekati emaknya dan memeluknya. “Janganlah bersedih, Mak.Lancang tidak akan melupakan emak di sini. Jika nanti sudah kaya, Lancang pastipulang Mak,” kata si Lancang menghibur emaknya. Emaknya pun menjadi terharumendengar ucapan dan janji si Lancang, dan hatinya pun jadi tenang. Lalu si Emakberkata, “Baiklah Nak! Besok pagi-pagi sekali kamu boleh berangkat. Nanti malamMak akan membuatkan lumping dodak untuk kamu makan di dalam perjalanan nanti.”Keesokan harinya, si Lancang pergi meninggalkan kampung halamannya.Emaknya membekalinya beberapa bungkus lumping dodak makanan kesukaan siLancang.Bertahun-tahun sudah si Lancang di rantauan. Akhirnya ia pun menjadi seorangpedagang kaya. Ia memiliki berpuluh-puluh kapal dagang dan ratusan anak buah. Istri-istrinya pun cantik-cantik dan semua berasal dari keluarga kaya pula. Sementara itu,nun jauh di kampung halamannya, emak si Lancang hidup miskin seorang diri.Suatu hari si Lancang berkata kepada istri-istrinya berlayar bahwa dia akanmengajak mereka berlayar ke Andalas. Istri-istrinya pun sangat senang. “Kakanda,bolehkah kami membawa perbekalan yang banyak?” tanya salah seorang istri Lancang.“Iya…Kakanda, kami hendak berpesta pora di atas kapal,” tambah istri Lancang yanglainnya. Si Lancang pun mengambulkan permintaan istri-istrinya tersebut. “Wahaiistri-istriku! Bawalah perbekalan sesuka kalian,” jawab si Lancang. Mendengar jawaban dari si Lancang, mereka pun membawa segala macam perbekalan, mulai darimakanan hingga alat musik untuk berpesta di atas kapal. Mereka juga membawa kainsutra dan aneka perhiasan emas dan perak untuk digelar di atas kapal agar kesankemewahan dan kekayaan si Lancang semakin tampak.Sejak berangkat dari pelabuhan, seluruh penumpang kapal si Lancang berpestapora. Mereka bermain musik, bernyanyi, dan menari di sepanjang pelayaran. Hinggaakhirnya kapal si Lancang yang megah merapat di Sungai Kampar, kampung halaman siLancang. “Hai …! Kita sudah sampai …!” teriak seorang anak buah kapal
Penduduk di sekitar Sungai Kampar berdatangan melihat kapal megah siLancang. Rupanya sebagian dari mereka masih mengenal wajah si Lancang. “Wah, siLancang rupanya! Dia sudah jadi orang kaya,” kata guru mengaji si Lancang. “Megahsekali kapalnya. Syukurlah kalau dia masih ingat kampung halamannya ini,” kata temansi Lancang sewaktu kecil. Dia lalu memberitahukan kedatangan si Lancang kepadaemak si Lancang yang sedang terbaring sakit di gubuknya.Betapa senangnya hati emak si Lancang saat mendengar kabar anaknya datang.“Oh, akhirnya pulang juga si Lancang,” seru emaknya dengan gembira. Denganperasaan terharu, dia bergegas bangkit dari tidurnya, tak peduli meski sedang sakit.Dengan pakaian yang sudah compang-camping, dia berjalan tertatih-tatih untukmenyambut anak satu-satunya di pelabuhan.Sesampainya di pelabuhan, emak si Lancang hampir tidak percaya melihatkemegahan kapal si Lancang anaknya. Dia tidak sabar lagi ingin berjumpa dengan anaksatu-satunya itu. Dengan memberanikan diri, dia mencoba naik ke geladak kapalmewahnya si Lancang. Saat hendak melangkah naik ke geladak kapal, tiba-tiba anakbuah si Lancang menghalanginya. “Hai perempuan jelek! Jangan naik ke kapal ini. Pergidari sini!” usir seorang anak buah kapal si Lancang. “Tapi …, aku adalah emak siLancang,” jelas perempuan tua itu.Mendengar kegaduhan di atas geladak, tiba-tiba si Lancang yang diiringi olehistri-istrinya tiba-tiba muncul dan berkata, “Bohong! Dia bukan emakku. Usir dia darikapalku,” teriak si Lancang yang berdiri di samping istri-istrinya. Rupanya ia malu jikaistri-istrinya mengetahui bahwa wanita tua dan miskin itu adalah emaknya.“Oh, Lancang …, Anakku! Emak sangat merindukanmu, Nak …,” rintih emak siLancang. Mendengar rintihan wanita tua renta itu, dengan congkaknya si Lancangmenepis, lalu berkata, “manalah mungkin aku mempunyai emak tua dan miskin sepertikamu.” Kemudian si Lancang berteriak, “Kelasi! Usir perempuan gila itu dari kapalku!”Anak buah si Lancang mengusir emak si Lancang dengan kasar. Dia didorong hinggaterjerembab. Kasihan sekali Emak Lancang. Sudah tua, sakit-sakitan pula. Sungguhmalang nasibnya. Hatinya hancur lebur diusir oleh anak kandungnya sendiri. Denganhati sedih, wanita tua itu pulang ke gubuknya. Di sepanjang jalan dia menangis. Diatidak menyangka anaknya akan tega berbuat seperti itu kepadanya.Sesampainya di rumah, wanita malang itu mengambil lesung dan nyiru pusaka.Dia memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiru sambil berdoa, “Ya,Tuhanku. Si Lancang telah kulahirkan dan kubesarkan dengan air susuku. Namunsetelah kaya, dia tidak mau mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhan, tunjukkanpadanya kekuasaan-Mu!”
Dalam sekejap, tiba-tiba angin topan berhembus dengan dahsyat. Petirmenggelegar menyambar kapal si Lancang. Gelombang Sungai Kampar menghantamkapal si Lancang hingga hancur berkeping-keping. Semua orang di atas kapal ituberteriak kebingungan, sementara penduduk berlarian menjauhi sungai.“Emaaak …, si Lancang anakmu pulang. Maafkan aku, Maaak!” terdengar sayup-sayup teriakan si Lancang di tengah topan dan badai. Namun, malapetaka tak dapatdielakkan lagi. Si Lancang dan seluruh istri dan anak buahnya tenggelam bersamakapal megah itu.Barang-barang yang ada di kapal si Lancang berhamburan dihempas badai. Kainsutra yang dibawa si Lancang dalam kapalnya melayang-layang. Kain itu lalu berlipatdan bertumpuk menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Sebuah gongterlempar dan jatuh di dekat gubuk emak si Lancang di Rumbio, menjadi Sungai Ogongdi Kampar Kanan. Sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi Pasubilah yangletaknya berdekatan dengan Danau si Lancang. Di danau itulah tiang bendera kapal siLancang tegak tersisa. Bila sekali waktu tiang bendera kapal si Lancang itu tiba-tibamuncul ke permukaan danau, maka pertanda akan terjadi banjir di Sungai Kampar.Banjir itulah air mata si Lancang yang menyesali perbuatannya karena durhaka kepadaemaknya.Sejak peritiwa itu, masyarakat Kampar meyakini bahwa meluapnya sungaiKampar bukan saja disebabkan oleh tingginya curah hujan di daerah ini, tetapi jugadisebabkan oleh munculnya tiang kapal si Lancang di Danau Lancang. KabupatenKampar yang masuk dalam wilayah Propinsi Riau ini, sangat rawan dengan banjir.Hampir setiap tahun Sungai Kampar meluap, sehingga menyebabkan banjir besar yangbisa merendam pemukiman penduduk di sekitarnya.
PROVINSI RIAU (Aditya Pramudito) part 1
Secara etimologi kata Riau berasal dari bahasa Portugis, Rio berarti
sungai. Pada tahun 1514 terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis
menelusuri Sungai Siak, dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan
yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut. dan sekaligus mengejar
pengikut Sultan Mahmud Syah yang melarikan diri setelah kejatuhan
Malaka.
Pada awal abad ke-16, Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental mencatat bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatera antara Arcat (Aru dan Rokan) hingga Jambi merupakan pelabuhan raja-raja Minangkabau. Dimasa inipula banyak pengusaha Minangkabau yang mendirikan kampung-kampung pedagang di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Inderagiri. Satu dari sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian berkembang menjadi Pekanbaru.
Pada masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura yang didirikan oleh Raja Kecil, kawasan ini merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Siak. Sementara, Riau dirujuk hanya kepada wilayah Yang Dipertuan Muda (raja bawahan Johor) di Pulau Penyengat, kemudian menjadi wilayah Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang, dan Riouw, dieja oleh masyarakat setempat menjadi Riau.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie Riouw dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Dominannya etnis Minangkabau dalam pemerintahan Sumatera Tengah, menuntut masyarakat Riau untuk membentuk provinsi tersendiri. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah bekas wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie Riouw serta ditambah Bangkinang yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukan ke dalam wilayah Rhio Shu.
Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari 1959, Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau menggantikan Tanjung Pinang. Namun pada tahun 2002, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau kembali dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Hal ini juga tidak lepas dari ketidakpuasan masyarakat atas rasa ketidakadilan dalam politik maupun ekonomi terutama yang berada pada kawasan kepulauan.
Geografi
Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km², yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.
Pada awal abad ke-16, Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental mencatat bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatera antara Arcat (Aru dan Rokan) hingga Jambi merupakan pelabuhan raja-raja Minangkabau. Dimasa inipula banyak pengusaha Minangkabau yang mendirikan kampung-kampung pedagang di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Inderagiri. Satu dari sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian berkembang menjadi Pekanbaru.
Pada masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura yang didirikan oleh Raja Kecil, kawasan ini merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Siak. Sementara, Riau dirujuk hanya kepada wilayah Yang Dipertuan Muda (raja bawahan Johor) di Pulau Penyengat, kemudian menjadi wilayah Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang, dan Riouw, dieja oleh masyarakat setempat menjadi Riau.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie Riouw dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Dominannya etnis Minangkabau dalam pemerintahan Sumatera Tengah, menuntut masyarakat Riau untuk membentuk provinsi tersendiri. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah bekas wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Residentie Riouw serta ditambah Bangkinang yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukan ke dalam wilayah Rhio Shu.
Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari 1959, Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau menggantikan Tanjung Pinang. Namun pada tahun 2002, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau kembali dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Hal ini juga tidak lepas dari ketidakpuasan masyarakat atas rasa ketidakadilan dalam politik maupun ekonomi terutama yang berada pada kawasan kepulauan.
Geografi
Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km², yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.
Suku Bangsa
Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mereka terdiri dari Jawa (25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), dan Bugis (2,27%). Suku Melayu merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk Riau. Mereka umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan Inderagiri Hilir. Namun begitu, ada juga masyarakat asli bersuku rumpun Minangkabau terutama yang berasal dari daerah Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu. Juga masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu daripada sebagai Minangkabau ataupun Batak.
Abad ke-19, masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan Bugis dari Sulawesi Selatan, juga mulai berdatangan ke Riau. Mereka banyak bermukim di Kabupaten Indragiri Hilir khususnya Tembilahan. Di bukanya perusahaan pertambangan minyak Caltex pada tahun 1940-an di Rumbai, Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu nasib di Riau.
Suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti Pekanbaru, Bangkinang, Duri, dan Dumai. Begitu juga orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi pedagang dan bermukim pada kawasan perkotaan, serta banyak juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di Bagansiapiapi, Selatpanjang, Pulau Rupat dan Bengkalis.
Selain itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di pedalaman dan pinggir sungai, seperti Orang Sakai, Suku Akit, Suku Talang Mamak, dan Suku Laut.
Bahasa
Bahasa pengantar masyarakat provinsi Riau pada umumnya menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu umumnya digunakan di daerah-daerah pesisir seperti Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai, Pelalawan, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan di sekitar pulau-pulau. Bahasa Melayu dialek lokal secara luas juga digunakan oleh penduduk di provinsi ini, terutama oleh para oleh penduduk asli di daerah Kampar, Kuantan Singingi, dan Rokan Hulu yang berbudaya serumpun Minang serta para pendatang asal Sumatera Barat. Selain itu Bahasa Hokkien juga masih banyak digunakan di kalangan masyarakat Keturunan Tionghoa, terutama yang bermukim di daerah seperti Selatpanjang, Bengkalis, dan Bagansiapiapi[rujukan?]. Dalam skala yang cukup besar juga didapati penutur Bahasa Jawa yang digunakan oleh keturunan para pendatang asal Jawa yang telah bermukim di Riau sejak masa penjajahan dahulu, serta oleh para transmigran dari Pulau Jawa pada masa setelah kemerdekaan. Di samping itu juga banyak penutur Bahasa Batak di kalangan pendatang dari Provinsi Sumatera Utara.
Agama
Dilihat dari komposisi penduduk provinsi Riau yang penuh kemajemukan dengan latar belakang sosial budaya, bahasa, dan agama yang berbeda, pada dasarnya merupakan aset bagi daerah Riau sendiri. Agama-agama yang dianut penduduk provinsi ini sangat beragam, diantaranya Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Berbagai sarana dan prasarana peribadatan bagi masyarakat Riau sudah terdapat di provinsi ini, seperti Mesjid Agung An-nur (Mesjid Raya di Pekanbaru), Masjid Agung Pasir Pengaraian, dan Masjid Raya Rengat bagi umat muslim. Bagi umat Katolik/Protestan diantaranya terdapat Gereja Santa Maria A Fatima, Gereja HKBP di Pekanbaru, GBI Dumai, Gereja Kalam Kudus di Selatpanjang, Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus di Bagansiapiapi, Gereja Methodist (Jemaat Wesley) di Bagansiapiapi.[rujukan?] Bagi umat Buddha/Tridarma ada Vihara Dharma Loka dan Vihara Cetia Tri Ratna di Pekanbaru, Vihara Sejahtera Sakti di Selatpanjang, Kelenteng Ing Hok Kiong, Vihara Buddha Sasana, Vihara Buddha Sakyamuni di Bagansiapiapi. Bagi Umat Hindu adalah Pura Agung Jagatnatha di Pekanbaru.
Pariwisata
Wisata Budaya
Provinsi Riau memiliki berbagai wisata budaya maupun keagamaan. Beberapa contoh wisata budaya yang terkenal dari daerah ini yaitu :
Upacara Bakar Tongkang di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir
Upacara Bakar Tongkang adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Upacara Bakar Tongkang telah menjadi wisata nasional bahkan internasional. Upacara Bakar Tongkang adalah upacara tradisional masyarakat Tionghoa di Ibu Kota kabupaten Rokan Hilir yakni Bagansiapiapi.
Ritual Bakar Tongkang merupakan kisah pelayaran masyarakat keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari si penguasa Siam di daratan Indo China pada abad ke-19. Di dalam kapal yang di pimpin Ang Mie Kui, terdapat patung Dewa Kie Ong Ya dan lima dewa, dimana panglimanya disebut Taisun Ong Ya. Patung -patung dewa ini mereka bawa dari tanah Tiongkok, dan menurut keyakinan mereka bahwa dewa tersebut akan memberikan keselamatan dalam pelayaran, hingga akhirnya mereka menetap di Bagansiapiapi.
Untuk menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi, maka mereka membakar wangkang (tongkang) yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan prosesi sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 16 bulan 5 tahun Imlek / penanggalan China.
Perayaan Imlek di Selatpanjang Kabupaten Kepulauan Meranti
Perayaan Hari Raya Imlek adalah tradisi pergantian tahun baru,Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Namun bagi umat lain yang beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek.Acara Perayaan Imlek memang sudah menjadi bagian dari tradisi di Kota Selatpanjang. Hampir setiap tahun perayaan Imlek di kota ini dirayakan sangat meriah bahkan juga termasuk Perayaan Imlek yang paling meriah di kawasan Provinsi Riau. Apalagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Meranti juga sudah menjadikan ivent perayaan Imlek sebagai salah satu asset wisata tahunan yang masuk kedalam Kalender Wisata Riau. Puluhan ribu orang baik dari dalam maupun luar Selatpanjang, bahkan wisatawan dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, China, Taiwan, Australia akan membanjiri Kota Selatpanjang untuk turut serta memeriahkan perayaan Imlek. Imlek bagi sejumlah warga Tionghoa Selatpanjang yang berada di luar daerah maupun di luar negeri, dijadikan ajang tradisi pulang kampung. Hal ini sudah berlangsung lama, bahkan mereka anggap sebagai momentum penting untuk mudik ke tanah kelahiran. Walaupun puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek di Selatpanjang berlangsung pada hari ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek yang biasanya disebut Cue Lak (Bahasa Hokkian),tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari H-7 yaitu seminggu sebelum jatuhnya perayaan Imlek.
Penyambutan tahun baru imlek di Selatpanjang di pusatkan di Vihara Sejahtera Sakti. Selain melakukan sembahyang, yang paling unik di daerah ini adalah warga yang merayakan juga berkeliling kota pada waktu sore hari dengan mengunakan Bentor (Becak Motor). Kegiatan ini biasanya berlansung selama 6 hari. Sebelum puncak acara Imlek, biasa diawali dengan Festival Kembang Api pada hari Ke-5. Durasi kembang api bisa berlangsung cukup lama, kurang lebih bisa mencapai 3 jam.
Pada puncak perayaan Imlek, bertepatan dengan dilangsungkannya upacara ulang tahun dewa ???? Qing Shui Zu Shi[15]. Pada momen ini, warga Tionghoa menyakini bahwa sang dewa sedang turun ke bumi dengan maksud untuk mengusir unsur-unsur kejahatan dan memberikan kemakmuran serta ketentraman bagi warga kota Selatpanjang. Untuk itu diadakan penyambutan khusus dengan menggotong tandu patung dewa dan diarak berkeliling kota melewati beberapa kelenteng lain disertai atraksi tarian liong (naga), dan barongsai (singa) yang diiringi seni budaya Jawa, Reog Ponorogo. Perayaan Cue Lak tersebut juga dihadiri oleh para tetua atau orang yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut Thangkie, yaitu dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara roh dewa. Budaya ini memiliki kesamaan dengan masyarakat Singkawang (Kalimantan Barat) yang biasa dikenal dengan Tatung.
Konon perayaan Imlek di Selatpanjang dapat juga diartikan sebagai sebuah rezeki bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah ini. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila masyarakat yang non-etnis Tionghoa biasanya juga turut ikut meramaikan perayaan Imlek dengan iring-iringan Reog Ponorogo dan atraksi kesenian lain yang merupakan tradisi dari daerah setempat. Kota ini juga merupakan salah satu kota di kawasan Riau yang mempunyai Kelenteng cukup banyak, yakni sekitar 20-an.
Mesjid Raya Pekanbaru
Mesjid Raya dan Makan Marhum Bukit serta Makam Marhum Pekan. Mesjid Raya Pekanbaru terletak di Kecamatan Senapelan memiliki arsitektur tradisional yang amat menarik dan merupakan mesjid tertua di Kota Pekanbaru. Mesjid ini dibangun pada abad 18 dan sebagai bukti Kerajaan Siak pernah berdiri di kota ini pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai sultan keempat dan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Di areal Mesjid terdapat sumur mempunyai nilai magis untuk membayar zakat atau nazar yang dihajatkan sebelumnya. Masih dalam areal kompleks mesjid kita dapat mengunjungi makam Sultan Marhum Bukit dan Marhum Pekan sebagai pendiri kota Pekanbaru. Marhum Bukit adalah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) memerintah tahun 1766 – 1780, sedangkan Marhum Bukit sekitar tahun 1775 memindahkan ibukota kerajaan dari Mempura Siak ke Senapelan dan beliau mangkat tahun 1780.
Istana Siak Sri Indrapura
Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di Riau. Mencapai masa kejayaannya pada abad ke-16 sampai abad ke-20. Dalam silsilah, sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini sebagai bukti sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam tersebut, dapat kita lihat peninggalan kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama Assirayatul Hasyimah, lengkap dengan peralatan kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan antara lain : kursi singgasana kerajaan yang berbalut emas, duplikat mahkota Kerajaan, brankas Kerajaan, payung Kerajaan, tombak Kerajaan, komet sebagai barang langka dan menurut cerita hanya ada dua di dunia, serta barang-barang lain-lainnya. Di samping istana kerajaan terdapat pula istana peraduan.
Candi Muara Takus
Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Jaraknya kurang lebih 135 km dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 km dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter. Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir Sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi ini dilakukan secara bergotong royong oleh orang ramai. Selain Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka, di dalam kompleks candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Di luar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya. Kompleks candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Budhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Budha berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya.
Kelenteng Hoo Ann Kiong/Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang
Kelenteng Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong Bio (Bahasa Hokkian)) adalah kelenteng tertua yang ada di Selatpanjang, dan juga merupakan Kelenteng Tertua di Provinsi Riau. Kelenteng ini didirikan pada masa kolonial Belanda dan sampai hari ini belum diketahui dengan pasti kapan berdirinya. Sejarawan memprediksi kelenteng ini berumur lebih dari 150 tahun, setelah dilihat dari relief arsitektur bangunannya. Kelenteng ini sangat dikenal luas oleh masyarakat Selatpanjang maupun masyarakat luar negeri terutama bagi wisatawan Singapura dan Malaysia sebagai tempat ibadah umat Buddha, maupun Konghucu.
Benteng Tujuh Lapis
Benteng Tujuh Lapis terletak di daerah Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu. Benteng tanah ini dibuat oleh masyarakat Dalu-dalu pada masa Perang Paderi atas petuah Tuanku Tambusai. Bekas benteng tersebut ditinggalkan Tuanku Tambusai pada tanggal 28 Desember 1839. Disekitar daerah Dalu-dalu ini juga terdapat beberapa benteng yang disebut Kubu.
Eksistensi Folklore sebagai produk parwisata serta perannya sebagai modal pemandu
Melihat perkembangan yang saat ini menggeliat pada
sektor pariwisata keberadaan folklore sebagai salah satu komoditi pemerkaya
khasanah produk keparwisataan menjadi penting kehadirannya. Bukan hanya
merupakan salah satu alat atau media yang bisa menyampaikan keunikan suatu
daerah bedasarkan berbagai ragam cerita yang telah ada sejak masa lampau namun
keberadaan folklore juga sedikit banyak dapat memberikan inspirasi bagi
masyarakat pada hari ini akan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh kearifan
lokal dari tiap daerah.
Pada hari ini keberadaan folklore dihadapkan pada
sebuah kenyataan miris yaitu teriris eksistensinya oleh perkembangan zaman. Meskipun
pada kasus-kasus tertentu seperti folklore yang ceritanya telah melegenda dan
familiar akan terjaga eksistensinya namun keberadaan folklore dari
daerah-daerah yang belum begitu dikenali nyata-nyatanya harus diakui bahwa jika
tidak ada niatan pendokumentasian dari pihak-pihak yang mau peduli maka bisa
saja folklore itu menghilang dari perdaran.
Eksistensi folklore sangata erat kaitannya dengan
reputasi yang ia miliki, dalam hal ini jika sebuah cerita makin dikenali oleh
masyarakat luas maka keberadaannya pun akan senantiasa diingat dan tidak lekang
dari waktu. Mari tengok cerita mengenai malin kundang yang sangat terkenal itu.
Faktor kuncinya terletak pada seberapa besarkah reputasi yang dimiliki oleh
folklore itu untuk mencapai tingkat eksistensi yang baik.
Dampak yang nyata yang mana tentunya akan bisa dirasakan
oleh banyak pihak adalah meningkatnya rasa penasaran seseorang untuk mengetahui
lebih jauh dan tidak menutup kemungkinan seseorang akan mendatangi tempat
dimana terjadinya insiden itu. Dalam topik Suku Toraja cerita-cerita mengenai
upacara pemakaman yang telah dikenal seantero indonesia nyatanya berhasil
membuat mereka hidup dan ditopang oleh pendapatan dari sektor pariwisata.
Orang berbondong-bondong untuk mencoba mencari tahu
seperti apa yang sebenarnya terjadi di tempat asalnya. Faktor ketertarikan akan
suatu keunikan ini menjadi salah satu motivasi yang lumrah dan umum jika kita
melihat pangsa pasar wisata minat khusus. Upacara pemakaman yang begitu megah
juga menjadi salah satu daya pikat. Tentu sulit dipercaya jika halnya hanya
untuk memakamkan seorang jenazah dibutuhkan sebuah rangkaian ceremonial yang
amat megah. Hal ini terbukti dapat menjadi daya pikat utama dari intisari
kekuatan pariwisata Tana Toraja.
Cerita-cerita lainnya seperti kebiasaan masyarakat,
takhayul dan juga hal-hal yang memiliki keunikan dengan level tertentu nantinya
akan menjadi suatu produk komplementer dengan melengkapi sajian utama yang
merupakan jawaban dari motivasi pengunjung untuk mau datang ke Tana Toraja. Dan
dengan itu pula lah maka kekayaan khasanah budaya sebuah etnik akan semakin
tergali informasinya dan secara langsung akan mengakibatkan kemajuan
pariwisata. Karena tentu kita paham bahwasannya promosi yang baik adalah dengan
menyuguhkan informasi yang menarik, unik, dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Pengetahuan akan Folklore juga bisa berguna sebagai
penambah pengetahuan akan materi bila halnya pembaca berprofesi sebagai
pemandu. Dari sini Folklore tentu menawarkan pesona cerita yang unik dan
tersendiri dimana nantinya para wisatawan akan dibawa imajinasinya untuk bisa
segera bersahabat dengan calon destinasi yang akan ia kunjungi. Hal ini akan
sangat berguna untuk memprovokasi secara positif bagi para wisatawan yang
tengah pembaca tangani untuk nantinya kemudian memberikan sugesti yang cerdas
supaya wisatawan semakin bersemangat akan agenda perjalanan yang tengah ia
jalani.
Kiranya paparan diatas dapat membuat pembaca sedikit
terbuka pandangannya bahwasannya cerita-cerita yang sifatnya mengandung
keunikan serta memiliki daya tarik secara kehususan kelompok dapat menjadi
sebuah bekal yang layak untuk dapat dipresentasikan jika kalau-kalau pembaca
merupakan seorang guide profesional, sedang dalam tahapan menuju itu, ataupun
berpikir untuk menjadi guide.
terima kasih
Madito Mahardika
Folklore bukan lisan Toraja rumah adat tongkonan
Dilihat dari segi fungsionalitasnya, Folklore dapat
dikategorikan menjadi empat cabang fungsi diantaranya adalah :
a.
Sebagai
sistem proyeksi artinya folklore disini berfungsi sebagai alat penggambaran
angan-angan secara kolektif. Bahwasannya keinginan dan imajinasi yang
diciptakan oleh manusia sering kali ingin diterjemahkan kedalam satu bentuk
yang nyata.
b.
Sebagai
alat pengesahan dan menjadi bukti bahwasannya folklore menjadi lambang
kebudayaan bagi etnik komunitas tertentu dan memiliki ciri yang unik satu sama
lainnya.
c.
Sebagai
alat pendidik anak dalam kaitannya pengajaran nilai-nilai luhur dan norma-norma
tak tertulis yang telah berlaku dalam komunitas etniknya selama lebih dari
ratusan tahun.
d.
Sebagai
alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh
anggota kolektifnya.
Di sisi lain
Folklore bukan lisan Suku Toraja yang pada kali ini menjadi bahasan utama pada
entry kali ini memiliki pengertian umum bahwasannya folklore kategori ini
bentuknya memang bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Umumnya
meninggalkan bentuk materiil (artefak).
a.
Arsitektur
rakyat : yang termasuk ke dalam kategori arsitektur rakyat dalam kaitannya
dengan folklore bukan lisan adalah arsitektur yang berupa prasasti,
bangunan-bangunan suci, dan bangunan rumah tradisional. Secara definisi
arsitektur disini ialah sebuah karya seni atau ilmu merancang bangunan.
b.
Kerajinan
tangan rakyat : merupakan hasil dari kearifan lokal yang dimiliki oleh
etnik-etnik yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Dengan bentuk yang
beraneka-ragam dan memiliki ciri khasi tertentu yang menjelaskan keotentikan
identitas suatu kebudayaan etnik itu. Pembuatan kerajinan ini awalnya hanya
ditujukan untuk sekedar mengisi waktu luang para pelakunya serta untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Pada hari ini jenis kerajinan rakyat merupakan salah
satu variabel yang tidak dapat dipisahkan dari industri kepariwisataan.
c.
Pakaian
atau Perhiasan Tradisional : bentuk visualisasi dalam berpakaian juga memiliki
cerita tersendiri dalam tiap sulamannya. Bentuk-bentuk baju khas daerah tentu
memiliki filosofi yang menarik untuk diketahui cerita dibalik itu semua dan
memiliki daya tarik keunikan tersendiri.
d.
Obat-obatan
tradisional : ramuan-ramuan yang dimiliki masing-masing etnik tentu menyimpan
cerita tersendiri dengan berbagai khasiat yang beragam. Dibalik itu semua segi
filosofis tiap etnik terhadap satu komponen obat-obatan tradisional tentu
memiliki keunikan sendiri yang juga memiliki ceritanya tersendiri.
e.
Masakan
dan minuman tradisional : cita rasa yang berbeda dan unik merupakan maksud
utama dari berkembangnya citra masakan dan minuman tradisional dari masa ke
masa. Kepopulerannya juga tidak lepas dari cerita berantai dari satu orang ke
orang yang lain.
Selanjutnya dalam entry ini akan dibahas mengenai
arsitektur rumah tongkonan toraja yang mana merupakan rumah tradisional dari
Suku Toraja di Kabupaten Tana Toraja. Rumah adat ini memiliki filosofi yang
cukup dalam dari banyak segi arsitekturnya. Yang mencolok dari bangunan rumah
adat tongkonan adalah bentuk atapnya yang menyerupai moncong perahu. Dengan bercirikan
rumah panggung dan di bawah ruma tersebut biasanya difungsikan sebagai kandang
kerbau ternakan keluarga pemilik rumah. Atap rumah adat tongkonan hingga hari
ini masih mempertahankan material utama sejak masa lampau yaitu masih
menggunakan ijuk hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu yang
telungkup dengan buritan. Beberapa membandingkan kemiripan atap rumah tongkonan
toraja dengan rumah gadang di minang karena bentuknya yang relatif mirip yaitu
menyerupai tanduk kerbau.
Pembuatan rumah adat tongkonan sendiri melibatkan
banyak elemen. Umumnya secara tipikal masyarakat toraja secara bergotong-royong
saling bantu dalam penyelenggaraan pembangunan rumah tersebut. Dilihat dari
fungsi sosialnya rumah adat tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku
toraja ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam
kehidupan serta kemaslahatan sosial masyarakat Suku Toraja. Keberadaan rumah
tongkonan sendiri melambangkan hubungan penghuni yang saat ini masih hidup
dengan para leluhur mereka.
Menurut cerita masyarakat Suku Toraja, tongkonan
pertama dibangun di surga dengan empat tiang, ketika leluhur suku toraja turun
ke bumi, dia meniru model rumah tersebut dan mencoba membangun sebuah tempat
tinggal yang serupa dengan yang ia jumpai di surga. Selesai membangun dengan
usaha yang amat keras maka ia menggelar sebuah upacara yang besar. Pembangunan rumah
adat tongkonan sendiri sebenarnya membutuhkan usaha yang keras dan keuletan
yang tinggi. Biasanya proses pembuatannya itu akan sangat melelahkan dan
melibatkan seluruh anggota keluarga serta kerabat. Sedikitnya ada tiga jenis
rumah tongkonan yang dapat dijumpai di Tana Toraja :
1.
Tongkonan
Layuk ialah bangunan yang menjadi tempat kekuasaan tertinggi. Fungsi kegunaannya
adalah sebagai pusat pemerintahan dalam suku secara internal.
2.
Tongkonan
Pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam
adat dan tradisi lokal.
3.
Tongkonan
Batu adalah tempat tinggal bagi anggota keluarga biasa.
Pada hari ini sulit untuk membedakan yang manakah
rumah tongkonan yang merupakan rumah para bangsawan dengan rumah yang bukan
berasal dari keluarga bangsawan karena kini akses menuju luar Tana Toraja
semakin mudah dan para warga juga sudah banyak yang mencari nafkah diluar Tana
Toraja. Dengan demikian mereka dapat membangun rumah yang sama megahnya
sehingga sulit dibedakan mana rumah bangsawan dan mana yang bukan.
Dilihat dari posisinya rumah adat tongkonan Toraja
selalu menghadap kearah utara dan letaknya berjejer serta atapnya yang
meruncing keatas. Hal ini melambangkan bahwa leluhur mereka berasal dari utara.
Dalam falsafaj Suku Toraja Ketika nanti meninggal dunia maka seluruh arwah
orang toraja akan berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.
Kata tongkonan sendiri berasal dari kata tongkon yang
bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena
dahulu menjadi tempat berkupulnya bangsawan toraja yang duduk dalam tongkonan
untuk berdiskusi. Rumah adat ini selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga
memiliki fungsi sosial budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat.
Masyarakat Suku Toraja menganggap rumah tongkonan
sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung
padi) dianggap sebagai bapak. Bagian dalam rumah memiliki makna filosofis yang
berbeda-beda pula. Bagian ini terbagi atas tiga bagian yaitu utara, tengah, dan
selatan. Ruangan di bagian utara disebut tangalok
yang memiliki fungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-anak tidur, serta tempat
meletakkan sesaji. Ruangan sebelah selatan disebut sumbung yang merupakan ruangan untuk kepala keluarga tetapi juga
dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian tengah disebut dengan sebutan Sali dimana pada tempat ini terdapat
ruang untuk makan, pertemuan kelaurga, dapur, serta tempat meletakkan jenazah
anggota keluarga yang masih belum sempat untuk dikuburkan.
Mayat orang mati masyarakat Toraja tidak langsung
dikuburkan tetapi disimpan di rumah tongkonan. Agar mayat tidak berbau dan
membusuk maka dibalsem dengan ramuan tradisional yang terbuat dari daun sirih
dan getah pisang. Sebelum upacara penguburan, mayat tersebut dianggap sebagai
‘orang sakit‘ dan akan disimpan dalam peti khusus. Peti mati tradisional Toraja
disebut erong yang berbentuk kerbau (laki-laki) dan babi (perempuan). Sementara
untuk bangsawan berbentuk rumah adat. Sebelum upacara penguburan, mayat juga
terlebih dulu disimpan di alang sura (lumbung padi) selama 3 hari. Lumbung padi
tersebut tiang-tiangnya dibuat dari batang pohon palem (bangah) yang licin,
sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung
terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari yang merupakan simbol untuk menyelesaikan
perkara.
Secara kasat mata ketika kita melihat bangunan rumah
adat tongkonan ada ciri lain yang cukup menonjol yaitu epala kerbau menempel di
depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan setiap rumah.
Jumlah tanduk kepala kerbau tersebut berbaris dari atas ke bawah dan menunjukan
tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut. Di sisi kiri rumah
yang menghadap ke arah barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di
sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.
Ornamen rumah tongkonan berupa tanduk kerbau serta
empat warna dasar yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih yang mewakili
kepercayaan asli Toraja (Aluk To Dolo).
Tiap warna yang digunakan melambangkan hal-hal yang berbeda. Warna hitam
melambangkan kematian dan kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan
kekuasaan ilahi. Merah adalah warna darah yang melambangkan kehidupan manusia.
Dan, putih adalah warna daging dan tulang yang artinya suci.
Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari
orang umumnya. Yaitu pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif
ukiran yang halus, detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan
kerbau, serta diselang-seling sulur mirip batang tanaman. Menurut cerita
masyarakat setempat bahwa tongkonan pertama itu dibangun oleh Puang Matua atau
sang pencipta di surga. Dulu hanya bangsawan yang berhak membangun tongkonan.
Selain itu, rumah adat tongkonan tidak dapat dimiliki secara individu tapi
diwariskan secara turun-temurun oleh marga suku Toraja.
Rumah tongkonan rata-rata dibangun selama tiga bulan
dengan sepuluh pekerja. Kemudian ditambah proses mengecat dan dekorasi satu
bulan berikutnya. Setiap bagian tongkonan melambangkan adat dan tradisi masyarakat
Toraja. Dalam perkembangannya hingga hari ini Rumah adat tongkonan akan terus
dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja. Hal itu bukan karena
alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan pengaruh dari kaum
bangsawan. Pembangunan kembali rumah tongkonan akan disertai upacara rumit yang
melibatkan seluruh warga dan tidak jauh berbeda dengan upacara pemakaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar